Era 90an
Sebagai anak kelahiran 80an akhir, maka kenangan yang awal2 paling mudah diingat adalah kenangan di awal tahun 90an. Di Indonesia dunia hiburan pada tahun 70an dan 80an kondisinya kurang lebih mirip-mirip, di tahun 90an ini lah mulai terjadi banyak perubahan, walau di awal-awal tahun nuansa 80an nya masih terasa.
Sumber Hiburan
Di tahun 80an, sumber hiburan berasal dari media audio visual (televisi), media audio (radio, kaset dll) dan media cetak (koran, majalah, buku dll), di tahun 90an sumber hiburannya masih sama hanya saja pilihan masing-masing sumber sudah mulai beragam. Apabila dulu di tahun 80an hanya ada satu stasiun televisi milik pemerintah yaitu TVRI, maka di tahun 90an mulai lah bermunculan stasiun televisi swasta. Dimulai dari TPI, lalu mulai muncul lagi RCTI, SCTV, ANTeve dan Indosiar di pertengahan 90an. Awalnya di daerah harus punya decoder parabola dulu agar bisa menagkap siaran televisi swasta, namun lambat laun akhirnya para stasiun televisi swasta mulai mendirikan pemancar relay di daerah sehingga siaran swasta dapat dinikmati dengan antena televisi biasa, walau kadang kwalitasnya ya begitulah....
Media audio juga berkembang pesat seiring semakin banyaknya perangkat radio FM, mulai banyak di daerah-daerah bermunculan stasiun radio FM lokal terutama di kota karena banyak pelajar dan mahasiswa/i menuntut ilmu di kota, rata-rata mereka gak punya televisi di kost-kostan, jadilah radio sebagai media hiburan. Media pemutar audio di tahun ini juga muncul Compact Disk, suara lebih jernih dan lebih awet daripada pita kaset, hanya saja karena harga lebih mahal, kaset pita masih digemari. Tape Compo dengan kombinasi kaset dan radio menjadi pilihan kala itu, selain bentuknya ringkas, portable dan memiliki dua fungsi.
Media cetak di tahun 90an di sisi hiburan juga mengalami kemajuan dalam hal banyaknya bermunculan majalah dan tabloit hiburan, kebanyakan majalah hiburan menyasar anak-anak dan remaja. Majalah dan tabloit anak-anak berisi informasi acara anak-anak, komik dan game. Majalah remaja kebanyakan berisi tentang musik dan tren gaya hidup. Beberapa majalah remaja seringkali mengadakan event pencarian model untuk digunakan sebagai model sampul majalah yang dikenal dengan nama coverboy dan covergirl... Sebuah "siasat" ciamik karena majalah dapat menggunakan model yang biayanya lebih ringan daripada model profesional, oplah majalah naik karena event ini lumayan banyak pengikutnya, otomatis pendapatan majalah juga naik. Hmmm... nice...
Komik sebagai hiburan media cetak di tahun ini mulai mendapat serbuan dari komik Jepang, komik lebih tebal dengan harga lebih murah menjadi ketertarikan tersendiri dibanding komik Amerika yang populer di tahun 80an yang tipis-tipis dan lambat sekali rilis barunya. Doraemon, Dragon Ball dan Kungfu Boy jadi idola kala itu ditambah lagi akhirnya televisi swasta pun menayangkan kartun nya, popularitas komik Jepang semakin naik. Hanya saja karena kebijakan Orde Baru membuat bidding (jilidan) nya mengikuti Indonesia yang membaca dari kiri ke kanan, cetakan akhirnya menyesuaikan sehingga rata-rata tokoh di Dragon Ball di jilidan jadul menggunakan tangan kiri nya untuk memukul lawan.
Efek Hiburan Era 90an
Dunia hiburan yang semakin berkembang membuat profesi di bidang ini juga semakin diminati, mulai dari belakang layar sampai depan layar. Profesi pembawa acara, penyiar radio dan repoter dunia hiburan juga mulai dilirik.... keinginan menjadi aktor, model, penyanyi juga semakin tinggi minatnya dikalangan anak muda. Acara ajang pencarian bakat pun mulai banyak di tahun ini guna mencari talenta-talenta baru yang tersembunyi. Yang paling heboh ya ajang pencarian model sampul majalah remaja, banyak nama-nama besar sekarang berasal dari ajang pencarian model sampul ini, seringkali pula ini dijadikan batu loncatan agar bisa memasuki dunia hiburan yang lebih luas lagi. Tidak heran kala itu banyak yang awalnya model sampul jadi aktor, bintang iklan, penyiar dan bahkan menjadi penyayi baik solo ataupun grup.
Biar kata ada ajang pencarian bakat, tetap saja sulit bagi orang biasa untuk memasuki dunia hiburan, harus ada channel orang dalam. Band atau penyanyi tidak akan punya album rekaman kalau tidak punya kenalan orang record. Tidak akan muncul di televisi kalau tidak punya kenalan orang televisi, apalagi konon industri hiburan masih dikuasai cukong-cukong yang punya duit banyak. Produser yang punya banyak duit memiliki kesempatan untuk lebih mengorbitkan artisnya dengan promosi gencar di radio dan televisi. Bahkan hits musik di masa ini boleh dibilang ditentukan oleh mereka. Kita cuma menikmati saja lewat media. Semakin sering disusupi maka akan semakin nempel dan kemungkinan menjadi hits lebih besar.
Beberapa ada yang mencoba "mandiri" dengan bergerilya menawarkan demo kaset kepada pihak recording, beruntung di pertengahan tahun 90an lebel rekaman dari luar seperti Warner dan Sony masuk ke Indonesia, alih-alih mencari talent, mereka lebih senang talent yang datang pada mereka dengan menawarkan demo rekaman. Banyak band-band baru bermunculan di akhir 90an berkat lebel Sony dan Warner.. Walau begitu tetap saja pasar adalah kiblatnya... mereka hanya akan mengorbitkan band-band yang memiliki potensi bakal laku dipasaran, hal ini membuat band-band yang "kurang laku" dipasaran membuat lebel rekaman mereka sendiri yang dikenal dengan istilah independet lebel atau disingkat indie lebel, band-band itu pun dikenal dengan indie band dan musik mereka disebut indie music. Dari sinilah awal mula "pertarungan " Indie lebel dengan Major lebel.
Apabila di tahun 80an barang elektronik Jepang adalah pilihan, di tahun 90an justru jadi pilihan utama karena kwalitasnya yang oke dengan harga relatif lebih terjangkau daripada bikinan Jerman misalnya. Namun se-terjangkaunya barang elektronik Jepang masih boleh dibilang hanya bisa dinikmati paling tidak masyarakat kelas menengah, jadi gak terjangkau banget... dan di tahun inilah produk Cina mulai masuk ke kelas bawah... harganya cincai walau kwalitasnya ya begitulah... tapi barang elektronik dari Cina benar-benar seperti oase bagi kelas menengah untuk menikmati hiburan, ada TV, ada decoder, ada pemutar media, ada tape compo... harga terjangkau... membuat dunia hiburan menjadi semakin luas dan besar karena bisa dinikmati oleh banyak kalangan dengan pilihan media terjangkau.
Di dunia konsol game... setelah era sebelumnya rame konsol NES.... NES sendiri dulu harganya mahal banget... berkat Koko-Koko di Tiongkok sana akhirnya muncul lah Spica.... sebuah konsol yang mampu memainkan cartride game NES dengan harga terjangkau... Udah gitu Nintendo semakin goyah gara-gara ada konsol baru lagi yang lebih canggih... Sega Mega Drive... Tapi kehebohan dunia game konsol terjadi setelah Sony Playstation rilis... Konsol dengan kemampuan render 3D yang keren banget pada masanya... kaset bajakannya murah2 pula dibanding cartride NES semakin membuat PS semakin berjaya sebagai rajanya konsol game di era ini.
Semakin diminatinya hiburan maka semakin tinggi pula permintaan nya, dan disinilah musuh dunia hiburan beraksi.... Pembajak.... Kaset bajakan di era ini benar-benar seperti kacang goreng, harga murah dan dijual terang-terangan tanpa ditindak tegas. Kaset lagu dan kaset film banyak sekali bajakannya, ada yang bilang ngapain beli kaset mahal-mahal toh juga bakal dimainkan di tepe murahan. tidak hanya kaset, bahkan komik pun juga kena pembajakan dengan kwalitas kertas yang murahan tapi katanya yang penting isinya masih bisa dibaca.
Era 2000an
"Makhluk" ini sebenarnya sudah ada di tahun 80an tapi hanya kalangan tertentu saja yang bisa menikmatinya, di tahun 90an mulai sedikit memasyarakat tapi harga menggunakanya masih bikin kantong bolong dan di tahun 2000an awal lah dia semakin mudah dan murah digunakan, apalagi banyak "warung-warung" menawarkan dia... dan dia adalah.... Internet.
Kemunculan Media Hiburan Baru
Kalau anda bertanya apa yang berkesan di awal-awal tahun 2000an? maka akan saya jawab Handphone dan Internet. Kemajuan teknologi di era ini benar-benar ngebut... teknologi yang baru muncul setahun dua tahun seketika mudah menjadi ketinggalan jaman di tahun berikutnya. Kalau dulu mau nonton siaran tv atau nonton video harus lewat televisi, dengerin musik dan siaran radio harus lewat compo, main game pakai konsol game... kehadiran Handphone membuat semuanya menjadi bergeser. Memang tidak serta merta karena awal-awal handphone fungsinya benar-benar hanya untuk telepon saja.
Walau mendapat gempuran pemain baru, media sebelumnya seperti televisi, radio dan cetak di awal-awal tahun 2000an justru semakin berjaya. TV swasta baru terus bermunculan dengan program-program yang terasa lebih segar dibanding era sebelumnya. Radio, Lebel musik dan Majalah juga banyak bermunculan yang baru-baru, bahkan mulai ada yang secara spesifik mentarget pasar tertentu, misal majalah PC untuk penggemar komputer dan lain-lain. Informasi semakin mudah didapat apalagi di awal 2000an adalah awal keterbukaan informasi selepas runtuhnya Pemerintahan Orde Baru. Saking terbukanya sempat ada masanya seperti lepas kontrol. Sesuatu yang bersifat porn di awal-awal masa ini benar-benar bermunculan, mulai dari program televisi, lirik-lirik lagu, bahkan tabloit dan majalah... benar-benar nyaris bablas.
Keberadaan handphone dan internet juga berkontribusi pada hiburan yang kebablasan ini... tertama di masa tahun 2005an dimana handphone benar-benar mulai mengambil alih kendali hiburan dengan fitur-fitur canggihnya yang mampu memutar media hiburan dimanapun dan kapanpun. Peredaran video tidak karuan semakin mudah, saling berbagi di situs berbagi seperti 4shared mudah diakses, ditambah lagi handphone tidak hanya mampu sebagai pemutar media hiburan, tapi dia mampu sebagai "pencipta hiburan" dengan fitur kamera dan recorder yang ada di dalamnya. Kalau dulu mau jadi artis (istilah mereka yang ada di dunia hiburan) harus berjuang dulu baru bisa produksi, dimasa ini bisa produksi sendiri dengan hanya bermodalkan handphone plus PC/Laptop yang juga di era ini semakin canggih.
Walau begitu, biarkata sudah bisa bikin sendiri, tapi media mainstream (televisi, radio dan majalah) masih lebih unggul dari segi kwalitas tampilan dan Skrip yang lebih tertata, maklum sudah dipegang sama orang hiburan bertahun-tahun jadi wajar kwalitasnya jauh lebih baik. Jadi umumnya dimasa itu video-video dan rekaman amatir hanya digunakan sebagai pemicu, berharap viral, dilirik media mainstream dan akhirnya diajak masuk ke sana.
Efek Hiburan Awal 2000an
Semakin berkembang dan banyaknya pelaku dunia hiburan tentu juga berpengaruh kepada masyarakat. Untuk pertamakalinya banyak yang bangga menjadi anak band, gara-gara banyak Band di era ini sukses jualan album sampai berjuta-juta kopi, apalagi sistem royalty benar-benar angin segar bagi pelaku musik kala itu terutama buat penyanyi dan band nya. Dulu orang tua masih ragu-ragu mengawinkan anaknya dengan anak band, di era ini, apalagi kalau dia anggota band yang jualan albumnya bagus, sepertinya banyak yang berebut kawin sama dia... hehehe... sama juga dengan aktor yang di era ini sinetron mulai pakai striping alias tayang tiap hari yang otomatis honor juga lebih sering... industri perfilman Indonesia juga lagi bagus-bagusnya... Profesi dunia hiburan menjadi semakin diminati.
Seperti yang saya ceritakan sebelumnya... berkat handphone dan internet, dimasa ini menembus dunia hiburan sedikit lebih mudah, karena media pembuat nya juga mudah dan relatif murah yaitu handphone, dengan gejreng2 sambil nyanyi2 sendiri direkam handphone, itu lagu beredar di internet cepat dan banyak peminat, siap2 ditelpon sama lebel rekaman. Punya tampang oke cukup upload di Friendster atau Facebook, ada yg suka bisa dipanggil jadi model beneran. Cuma ya itu tadi... tetap yang harus ditembus itu media mainstream agar bisa sah dikenal sebagai artis.
Di era ini pembajakan semakin merajalela, semua media nyaris dibajak.... lagu, film, buku,... apalagi dengan adanya internet semakin mudah dalam mendapatkan barang bajakan tersebut. Saking parahnya para penyanyi dan pemain band akhinya lebih banyak dapat royalty dari Ring Back Tone daripada jualan album. Band atau penyanyi yang jualan albumnya bagus biasanya terbantu dari fansbase nya yang kuat dan gak mau beli kaset bajakan, biar begitu pun tetap saja konon penjualan kaset bajakan lebih tinggi daripada kaset aslinya. Film bahkan lebih parah.... kaset bajakan biasanya dapat bahan bukan dari kaset asli, tapi dari nembak filmnya yang sedang tayang di bioskop, biarkata gambarnya burem tapi selama masih bisa dinikmatin, bakal tetap ada yang beli itu kaset.
Era 2010 dst...
Hasil kolaborasi handpone yang semakin canggih dengan internet yang semakin murah membuat dunia hiburan yang awalnya monopoli orang berduit menjadi milik siapa saja. Untuk pertama kalinya pasar dunia hiburan tidak bisa dikendalikan mereka, tren sekarang kita yang bikin.
Media Sosial Sang Penguasa Hiburan Rakyat
Ini adalah era dimana media mainstream mulai rontok, media cetak bahkan pada mati berhenti cetak lagi, majalah seperti HAI, Rolling Stone,Gadis, Kawanku, PC Media, Sportif dan bahkan Tabloit Soccer dan Bola berhenti cetak semua. Beberapa masih bertahan dengan berpindah ke Platform digital di internet, bicara soal pendapatan tentu saja jauh apabila dibanding dengan kejayaan cetak dulu, tapi setidaknya masih bertahan. Hanya televisi yang masih ada peminatnya itupun di kalangan Gen Z udah jarang sekali mereka menonton televisi. Kenapa hal itu bisa terjadi? karena hiburan sudah bergeser ke handphone yang terinstal media sosial seperti Instagram, Youtube dan Tik-tok.
Untuk pertama kalinya semua orang berkesempatan menjadi artis dengan berusaha populer di media sosial, istilah Selebgram untuk mereka yang terkenal di instagram, Youtuber untuk mereka yang berkarya di Youtube dan Selebtik-tok atau Tiktokers untuk mereka yang mengambil jalan penghibur di media sosial Tik-tok. Tidak perlu lagi "orang dalam", chanel2 cukong, selama bisa membuat konten yang menarik untuk dilihat orang di media sosial maka akan semakin mudah utuk dikenal sebagai artis. Gak perlu nembus2 media mainstream lagi, yang ada sekarang media mainstream juga "bermain" media sosial... Tayangan yang sudah tayang di televisi diupload lagi di media sosial dengan harapan masayarakat tertarik melihat tayangan aslinya di televisi.
Efek Hiburan ala internet
Kalau dulu kita waktu kecil dimarahin karena kebanyakan nonton TV, maka anak kecil era ini dimarahin gara-gara kebanyakan main handphone, entah dia main game, nonton video atau baca-baca artikel atau komik digital lewat handphone. Anak-anak pun sekarang banyak yang bercita-cita jadi Youtuber, apalagi setelah tau gara-gara Youtuber banyak duitnya hasil iklan dan endorsment produk, apalagi banyak Youtuber yang gaya nya hedon... pamer2 barang mahal... semakin membuat banyak orang termotivasi jadi Youtuber. Anak-anak sekolahan bahkan ditanya cita-citanya apa... jawabannya Youtuber.
Saking hebatnya media sosial akhirnya para selebritis televisi juga mulai kepengen mencicipi manisnya hasil media sosial, gak tanggung-tanggung, karena mereka sudah berpengalaman di dunia televisi, dia boyong dan atau membentuk tim sebagaimana industri televisi untuk channel youtubenya, tidak heran kalau kwalitas konten mereka jauh lebih berbobot daripada yang amatiran. Hal ini sempat menjadi polemik terutama oleh "Youtuber Senior" yang merasa lahannya diambil sama "Artis Hijrah Ke Youtube", tapi makin kesini polemik ini semakin hilang berkat satu kata "Collabs" atau Collaboration alias Kolaborasi... Beberapa artis ini menggandeng para Youtuber senior dan sebaliknya agar dikenal dan semakin terkenal.... bahasa sekarangnya Panjat Sosial.
Pembajak??? Masihkah ada?? tentu.. tapi sekarang mereka "berganti nama" menjadi Reuploader... oknum yang kerjaanya mengupload ulang konten orang ke channel dia dengan diberi tambahan beberapa efek2 biar gak mirip-mirip amat... bahkan di era Tik-Tok para Reuploader semakin meraja lela dengan memotong part-part konten orang lalu diupload di Tik-Tok dan mengatasnamanya konten baru miliknya. Beberapa mengakali dengan memberi watermark, tapi tetap saja bisa diakali sama mereka... yah... dari dulu sampai sekarang yang namanya pembajak memang ngeselin.... hehehe...
(ARIE_APRIANNOR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar